By Theduardo Prasetyo
Scroll ke bawah untuk artikel dalam Bahasa Indonesia
The next instrument in our series is kecapi, especially the version of this instrument found in South Sulawesi. Sulawesi or also known with the name Celebes is divided into 6 provinces; West Sulawesi, North Sulawesi, Middle Sulawesi, Southeast Sulawesi, South Sulawesi, and Gorontalo. Each region has their own derivation of the instrument and in the music.
South Sulawesi has areas that cover from shores up to the mountain regions. This province has the most population density and is the most populated province on the island of Sulawesi. Bugis is the biggest ethnic group, followed by Makassar, both found settling in the main city of Ujung Pandang and are predominantly Muslim. Other major ethnic group includes Toraja which is known for their tradition burying their deceased standing up on the mountain walls and annually respecting their ancestors by dressing up the corpses and cooking them their favourite meals. The ethnic group Toraja is predominantly Christian or Catholic, some also believe in the traditional religion known as aluk to dolo.
Music of South Sulawesi
There are some instruments used in the music of South Sulawesi. Normally, a group consists of minimum 2 players singing while accompanying themselves with kecapi (kacapi). Besides kecapi, other instruments such as violin (baola) and gambus (similar like an Arabian lute) are also used. Gambus and Kecapi are also played as solo instrument. The most varied ensemble can be found on the track featured in the end of this article. The group consists of singers, two violins, flute, kecapi, and zither. They also normally add comical and acrobatical attractions to their performance. This is mostly found in the music from Makassar. In the music of Toraja, there is a different instrument called geso’-geso’ which is similar to a violin and only used in Toraja. Geso’-geso’ is used for ritualistic purposes. Besides all the mentioned instruments, there’s another aspect in the music of Toraja which is polyphonic singing with a solist who sings the melody on top of the choir accompaniment.
Kecapi
The instrument has different names in different regional languages; kacapi (Bugis, Mandar, Kajang), kacaping (Kacaping), and katapi (Toraja). A kecapi player is usually refered to as pakacaping (pa means player and kacaping for kecapi). Kecapi belongs to the lute instrument family which spreads all over Indonesia (including Jungga and Sape’ in our previous articles). The ones found in South Sulawesi has the neck and the whole body carved out from a single block of wood. The resonance body is carved on the back of the instrument and left out open, later to be closed with another carved piece of wood with some holes on it. The kecapi found in South Sulewasi only has two strings.
Many kecapi-like instruments have been found in the northern part of Indonesia from Sumatra, Kalimantan, until Sulawesi. The instrument’s form which is not curved on the side – not similar to guitar or violin which have curved sides – makes it fall into the category of boat lute instruments typically found in Indonesia. It is interesting to point out the similarity found in the names of these boat-like lute instruments which are geographically separated from each other; hasapi and kulcapi (North Sumatra), sape’, sampeq, sapi, konyahpi’ (Kalimantan), kudyapi (Philippines), chapei (Thailand and Cambodia). Meanwhile in West Java, the name kecapi refers to an instrument similar to a zither. Like jungga and sape’, kecapi also has two strings; one for melody and one drone string which is played continuously. The drone string often establishes the tonality and it can be tuned in different intervals to the melody string according to the player.
Four Tunes
The solo kecapi Kajang piece with a short vocal melody at the end comes from the village of Tana Toa. The name Kajang refers to an ethnic group in South Sulawesi who still refuses modern technology and live in a special restricted area. They usually play kecapi and gambus (similar to an Arabian lute) for entertainment. From the virtuosity and the drive of the playing in the track above, we can say that the music is played for an audience to entertain them, not just for personal pleasure. The couplet at the end can be loosely translated as follows :
“When we part, don’t remember the bad things. Think of me as sugar, and I will think of you as coconut”
(that is, two tastes that are delicious together)
The four tunes played above are : Kadopi’, Kobbi’ Lengkara, Kobbi’ Tari-tarian, dan Kobbi’ Malehang. The scale used in the first tune is B-C-D-E and in the other tunes two notes G and F# were added. They use strings usually used for fishing on the kecapi.
Pajalenje’ na (girls who roam around)
The track above was played by an ensemble that consists of vocal, baola (violin), flute, mandalion (zither-like instrument), and kecapi. Big ensembles, such us the one found in the track, are now hard to find, because it is hard to find the people who can play the music. Sometimes the instrument gambus is also added to the ensemble. The track above is played in the scale C-D-E-F-G-A-B.
Thanks for reading and we hope you enjoy the article. Stay tuned for our next article on traditional Indonesian string instruments! And also read our article about sape’and also jungga.
Seri Dawai Indonesia : Kecapi dari Sulawesi Selatan
Oleh Theduardo Prasetyo
Instrumen kita selanjutanya adalah kecapi! Terutama kecapi yang digunakan untuk musik Sulawesi Selatan. Sulawesi atau dikenal dengan nama Celebes terbagi menjadi propinsi; Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo.
Sulawesi Selatan memiliki area yang juga mencakup pegunungan dan memiliki populasi penduduk terbesar dan terpadat di pulau Sulawesi. Etnis dengan penduduk terbanyak adalah suku Bugis, lalu diikuti oleh Makassar yang mendiami kota Ujung Pandang. Banyak juga suku etnis Bugis yang sekarang mendiami kota Ujung Pandang. Kedua etnis ini kebanyakan menganut agama Islam. Suku lainnya yang juga mendiami propinsi ini, tapi lebih ke arah utara, adalah suku Toraja. Suku Toraja lebih banyak menganut agama Katolik/Kristen dan kepercayaan tradisional yang dikenal dengan aluk to dolo. Belakangan ini, Tojara juga terkenal sebagai tujuan berwisata dan oleh acara-acara ritual kematian, seperti acara penguburan.
Musik Sulawesi Selatan
Dalam musik Bugis di Sulawesi Selatan, ada beberapa instrumen yang digunakan. Biasanya terdapat grup yang terdiri dari minimal 2 orang yang mengiringi dirinya sendiri dengan kecapi (kacapi) sambil bernyanyi. Selain kecapi, biola (baola) dan gambus juga digunakan. Gambus dan Kecapi dimainkan juga sebagai instrumen solo. Ensemble paling bervariasi dapat didengar di track 12 di album dibawah ini dengan penyanyi, dua biola, suling, kecapi,dan zither. Selain musik, grup kecapi juga biasanya menambahkan atraksi komikal dan akrobatis di dalam pertunjukannya. Sedangkan di dalam musik suku Makasar jarang ditemukan atraksi yang terdapat di musik Bugis, walaupun instrumen yang dimainkan sama. Di dalam musik Toraja terdapat instrumen mirip biola yang bernama geso’-geso’ yang digunakan untuk acara ritual dan penguburan. Selain musik tradisional menggunakan instrumen yang sudah disebutkan, terdapat juga musik Toraja yang polifonis (banyak suara) dengan solis yang menyanyikan melodi di atas iringan suara koor.
Kecapi
Instrumen ini disebut juga dengan nama kacapi (Bugis, Mandar, Kajang), kacaping (Kacaping), dan katapi (Toraja). Pemain kecapi biasa dipanggil dengan nama pakacaping (pa berarti pemain dan kacaping berarti kecapi). Instrumen masuk dalam keluarga lute tersebar di Indonesia (juga Jungga dan Sape’ dalam artikel kami sebelumnya merupakan keluarga ini). Dalam kecapi versi Sulawesi Selatan, leher dan badan dari instrumen ini diukir dari satu balok kayu. Lobang resonansi diukir dibelakang dan dibiarkan terbuka; lobang ini nantinya akan ditutup dengan kayu lain yang sudah diukir dengan beberap lobang di permukaan. Di Sulawesi Selatan instrumen ini selalu mempunyai dua senar.
Instrumen menyerupai kecapi sudah ditemukan di bagian utara Indonesia, mulai dari Sumatra, Kalimantan sampai ke Sulawesi. Bentuknya yang tidak melengkung – tidak seperti gitar atau biola yang memiliki sisi melengkung – membuat instrumen ini masuk ke kategori organologi “boat lute” (lute kapal; seperti sape’ yang juga sudah dibahas sebelumnya (link)). Yang menarik adalah kemiripan nama yang terdapat di daerah-daerah yang terpisah secara geografis ini; hasapi dan kulcapi (Sumatra Utara), sape’, sampeq, sapi, konyahpi’ (Kalimantan), kudyapi (Filipina), chapei (Thailand dan Kamboja). Sedangkan di Jawa Barat, nama kecapi mengacu kepada alat musik menyerupai zither. Seperti jungga dan sape’, kecapi juga memiliki drone string atau senar kosong dibawah senar melodi yang dimainkan untuk mengiri senar melodi. Senar ini bisa distem di not dan dengan interval yang berbeda dengan senar melodi sesau keinginan pemain.
Four Tunes
Solo kecapi Kajang dengan nyanyian vokal pendek di atas berasal dari desa Tana Toa, Kabupaten Bulukumba. Kajang adalah suku yang tinggal di Sulawesi Selatan. Mereka kebanyakan beragama Islam dan menolak masuknya teknologi modern. Untuk hiburan, suku Kajang memainkan instrumen kecapi dan gambus. Mereka mengatakan bahwa kecapi dimainkan untuk meringankan beban seseorang sebagai hiburan pribadi dan untuk mengisi waktu luang. Dari permainan kecapi yang bisa dibilang sangat virtuous dan juga rumit, bisa disimpulkan juga bahwa musik di atas juga ditampilkan di depan penonton agar bisa menghibur dan mempesona, bukan hanya untuk hiburan pribadi. Teks di akhir lagu di atas jika di terjemahkan kurang lebih berarti seperti ini :
“Ketika kita berpisah, jangan ingat hal buruk. Ingat aku sebagai gula, dan aku akan mengingatmu sebagai kelapa”
Keempat lagu di atas adalah : Kadopi’, Kobbi’ Lengkara, Kobbi’ Tari-tarian, dan Kobbi’ Malehang. Skala yang digunakan adalah B-C-D-E dan di 3 melodi lainnya ditambahkan G di bawah dan F# di atas. Senar yang digunakan di instrumen di atas adalah senar pancing ikan.
Pajalenje’ na (Gadis Suka Keluyuran)
Track di atas dimainkan oleh grup ensemble yang terdiri dari vokal, baola (biola), flute, mandaliong, dan kecapi. Grup ensemble besar sudah sulit ditemukan sekarang, karena jarang yang bisa bermain. Kadang instrumen gambus juga ikut ditambahkan di dalam grup. Track di atas dimainkan di dalam skala C-D-E-F-G-A-B.
Berikut teks dalam bahasa Bugis dari bagian pertama lagu di atas
Teddeng tongengnga kasi
Nawuno naolle
Alla bolong makerra
We sipuji-puji
Uppe’na jandaE
Nawunoi idimani
Tedong tenna gerek
Nawunoi maneng tenna gerek
Tabek ndi nataro
Doko’ wiring pajeng
Hilang sudahlah aku
Mungkin dibunuh
Allla si hitam jelita
Kusaling menyukai
Janda yang beruntung
Terserah anda membunuhnya
Bagai kerbau tak disembelih
Semua dibunuh tanpa disembelih
Maaf andi dia titipkan
Bekal batas fajar
Terima kasih telah membaca artikel kami. Tunggu artikel kami selanjutnya tentang instrumen senar tradisional Indonesia. Follow kami di Facebook dan Instagram! Jika kelewatan, baca juga artikel kami mengenai sape’ dan juga jungga.