Oleh Harold Sumual

Berawal dari seorang murid yang mengirimkan video lagu berjudul ‘remember me’, aku coba mencari tahu dari soundtrack film apa lagu itu. Lucunya..ternyata aku malah lebih tertarik dengan corak gitar yang ada di poster film tersebut. Semakin aku mencari tahu ternyata malah semakin terkesan dengan cerita dibelakangnya…

94213

Apa yang terjadi jika kamu lahir dan menjadi luthier (pembuat gitar) di sebuah kota yang dianggap sebagai ‘ibu kotanya gitar’ ? Jawabannya..hmmm..mungkin kamu hidup miskin, atau ya paling banter karir kamu hanya estafet dari orang tua kamu. Paracho de Verduzco atau sering disebut hanya ‘Paracho’ merupakan sebuah kota kecil yang terletak 100 kilometer dari Moreila, Meksiko. Di kota ini banyak sekali penduduknya yang bekerja sebagai luthier, sehingga harga gitar kebanyakan pasti murah.

Paracho.jpg
Source: bridgesandballoons.com

Salahkan si pendeta Vasco de Quiroga karena pada saat Spanyol datang dan menduduki Mexico dialah orang yang meminta para Indian di Mexico untuk diajarkan sebuah ‘kerajinan tangan’. Indian di Paracho mendapatkan pekerjaan untuk instrumen bersenar salah satunya membuat gitar, tapi entah bagaimana caranya hal ini bisa terus berlanjut bahkan setelah Spanyol meninggalkan Meksiko mereka masih menjadi luthier.

Aku sendiri sih tidak pernah mendapatkan detil berapa luas asli dari kota ini, namun, secara iseng aku coba untuk mengukurnya dengan bersepeda melalui google map, jarak dari satu sudut kota ke sudut yang lain bisa ditempuh hanya dengan 14 menit. Dengan kota yang sekecil ini, ditambah lagi dengan mayoritas pekerjaan yang dipilih adalah menjadi Luthier, maka tidak mengherankan mudah bagi seorang seperti German Vazquez Rubio memilih berhenti sekolah di kelas 6 SD dan banting setir mengikuti pamannya, Manuel Rubio, untuk menjadi Luthier.

Lj21931.jpg
Source: foroflamenco ‘ricecrackerphoto’

German lahir dari keluarga yang miskin, ayahnya seorang pemetik jagung dan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga, keluarga mereka memiliki tujuh anak. Di usia 11 tahun, German sudah magang sebagai luthier untuk membantu ekonomi keluarganya, hal yang dianggap biasa saja di Paracho. Bersama sepupunya, mereka biasa bermain dengan kayu sisa milik pamannya, awalnya mereka membuat gitar mainan, sampai Manuel Rubio memberikan mereka tugas membuat gitar sungguhan.

Begitulah gambaran tradisi membuat gitar di Paracho, kakek kamu belajar membuat gitar dan diteruskan ke ayahmu, mau tidak mau sampai akhirnya kamu juga tahu caranya, sederhananya, ilmu membuat gitar itu konvensional. Masalah akhirnya muncul, banyaknya orang yang menjadi luthier, membuat Paracho mendapatkan reputasi sebagai ‘kotanya gitar’, namun ada juga orang-orang yang memanfaatkan ketenaran Paracho dengan memproduksi gitar secara masal, mereka membuat gitar dengan kualitas yang buruk.

Melalui channel youtube aku melihat sebuah video, yang diunggah tujuh tahun lalu, menayangkan bagaimana para luthier resah dengan kehadiran gitar produk China di kota itu. Kedatangan gitar ini membuat omset penjualan mereka turun sampai 50%, belum lagi peliknya masalah kekerasan terkait narkoba di Mexico membuat banyak turis enggan datang ke kota-kota tertentu, termasuk paracho. Padahal, objek wisata di Paracho ya mengunjungi pembuat gitar.

Ah tapi menurutku semua itu hanya puncak dari gunung es di Paracho. Sebenarnya masalah utamanya adalah sudah terlalu banyak luthier disana.

Terbukti bahwa German meninggalkan kota tersebut pada pertengahan 70’an di usia 23 tahun, jauh sebelum video itu dirilis. Alasannya pergi dari Paracho juga karena ingin mendapatkan kehidupan layak, termasuk bayaran yang lebih baik. Disinilah perjalanannya sebagai local hero dimulai.

Bz76814.jpg
Source: foroflamenco ‘ricecrackerphoto’

Seperti kebanyakan orang Meksiko yang menginginkan American dream, atas bantuan kenalannya, German menyeberangi perbatasan untuk pergi ke Los Angeles. Namun, mirip kisah orang Meksiko lainnya ia malah hidup nelangsa di perantauan. Tidak lama setelah kedatangannya, kenalan tersebut mengusir German dari rumahnya, ia luntang-lantung di jalanan tanpa uang dan pekerjaan. Sampai akhirnya seorang luthier, Arturo Valdez, (yang kisahnya serupa dengan German) memberikannya pekerjaan. German bekerja dengan Arturo selama beberapa tahun, hingga akhirnya Arturo memberikannya sebuah meja agar bisa memulai bisnisnya sendiri.

German tidak hanya membuat gitar klasik dan flamenco, ia juga mengerjakan pesanan dari brand gitar jazz D’Angelico, juga pernah menerima pesanan Eddie Van Halen dan Gene Simmons, semuanya itu dilakukan di dalam dapur apartemen yang kecil. Ada masa dimana ia seperti berperang dengan istrinya, karena dapur kecil tak cukup untuk menampung aktivitas memasak dan membuat gitar. Namun, di lain cerita German merasa bahwa keluarga merupakan alasannya mengurungkan niat untuk menyerah dan kembali ke Meksiko.

Di sebuah artikel agak berlebihan German pernah mengatakan “di hari kematianku, aku akan memeluk gitar”, tapi akhirnya gairah dan kesabarannya selama 40 tahun dalam membuat gitar terbayar dengan manis di usia yang ke-65. Ia dihubungi oleh Disney-Pixar untuk membuat sebuah model gitar yang terinspirasi dari tradisi hari kematian di Meksiko.

coco_guitar.jpg
Source: eluniversal.com

Jika kamu pernah melihat film ‘Coco’ pasti langsung teringat dengan khasnya gitar putih yang berornamen tengkorak. Tidak ada yang lebih ikonik dari film tersebut selain gitar putih milik Ernesto de la Cruz. Film ini menjadi salah satu dari ‘11 film animasi paling tinggi pendapatannya di tahun 2017’, serta memberikan gambaran yang sempurna betapa dekatnya budaya Meksiko dengan gitar.

Kesuksesan film ‘Coco’ seperti hadiah bagi warga Paracho yang sekarat membutuhkan sentimen positif bagi kotanya, tidak hanya penjualan gitar yang meningkat (khususnya gitar putih ala film ‘coco’) tapi juga mendorong turisme disana, apalagi setelah banyak yang tahu bahwa German berasal dari Paracho. Atas kontribusinya warga Paracho memberikan penghormatan kepada German, monumen gitar di kota tersebut juga di cat putih seperti gitar ‘Coco’.

cutmypic (2)
Harold Sumual
Graduated from Satya Wacana Christian University’s performing arts faculty under the guidance of Paulus Dwi Hanantyo. After 8 years teaching guitar, now focusing on building music business.
https://www.instagram.com/herr_harold/
Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s